Perkenalan Monica Sari Boru Silaban (22) dengan Sardian Junius Faumase Wate (24) melalui jejaring sosial Facebook, berujung petaka. Mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Medan itu tak hanya dianiaya dan disekap, tapi dia juga dijadikan budak seks hingga hamil dan melahirkan bayi laki-laki. Mirisnya lagi, 6 hari pasca melahirkan, Sardian justru menganiaya bayi tak berdosa yang mereka beri nama Gabriel Wate itu hingga tewas.
Untuk mengungkap tabir pembunuhan sadis ini, Selasa (29/3) siang, tim Sat Reskrim Polresta Medan dan Forensik Disaster Victim Identification (DVI) Poldasu membongkar kuburan Gabriel di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jalan Tuasan/Jalan Dahlia, Kelurahan Siderojo Hilir, Kecamatan Medan Tembung. Ketua Tim Forensik RSUD dr Pirngadi Medan, Dr. Mistar Ritonga mengatakan, dari hasil otopsi ditemukan sejumlah luka memar di tubuh Gabriel, seperti perut, kepala, tangan dan punggung.
“Masih jelas terlihat dari warnanya. Terlihat tanda-tanda kekerasan dari kulit pada lapisan luar. Luka lebam di hidung, bibir dalam sebelah kanan, kepala belakang, perut bagian depan dan belakang. Rata-rata luka akibat hantaman benda tumpul,” ujar Mistar usai melakukan otopsi saat dikonfirmasi kru koran ini. Meski begitu, Mistar mengaku sampai saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan mendalam. “Hasilnya ini masih padangan kasat mata. Nanti akan kita uji lagi. Sehingga penyebab kematian korban lebih jelas dan terungkap,” katanya.
BACA JUGA
KEINGINAN HAMIL KEMBALI , WANITA INI MENCOBA TIPS EKSTREM MEMASUKKAN LINTAH KEDALAM VAGINA UNTUK...
Sementara itu, Kapolresta Medan Kombes Pol H Mardiaz Kusin Dwihananto yang ditemui di lokasi mengaku sudah memeriksa 12 orang saksi.
“Tadi jenazah bayi berusia 6 hari itu sudah diotopsi oleh tim forensik. Tentunya hasil otopsi ini akan kita pergunakan untuk menetapkan tersangka. Tersangka mengarah pada ayah biologis sang bayi,” terangnya. Ketika ditanyai kapan dilakukan penangkapan terhadap tersangka, Kapolres mengaku hal itu dilakukan setelah hasil otopsi keluar dan gelar perkara selesai.
Masih kata Mardiaz, pembongkaran makam dan otopsi itu dilakukan atas laporan pengaduan Monica dan orangtuanya. Laporan itu tertuang dalam Nomor: STTLP/596/K/III/2016/SPKT Resta Medan, Rabu 8 Maret 2016. Sementara itu, Monica yang ditemui kru koran ini mengisahkan cerita pilunya.
Wanita asal Dairi yang saat masih kuliah tinggal di Jalan Tanjung Sari Medan itu mengaku kenal Sardian melalui jejaring sosial Facebook, pertengahan 2014 lalu. Dalam pembicaraan (chatting) di media sosial itu, awalnya Sardian yang tinggal di Jalan Durung, Gang Pinang, Medan Tembung itu mengaku mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Medan.
Karena sering chattingan dan sudah kompak, Sardian akhirnya mengajak Monica ketemuan. “Aku tak ada menaruh curiga, dan mengikuti ajakannya. Saat kami bertemu, dia mengajakku jalan-jalan ke daerah Berastagi. Kami pun berangkat dengan mengendarai sepeda motornya. Di perjalanan, dia mengarahkan sepeda motornya ke salah satu hotel di Bandar Baru. Dia beralasan supaya kami beristirahat di sana. Namun dia justru menyewa kamar, dan aku tak menaruh curiga,” beber Monica mengawali kisahnya.
Setiba di kamar, Sardian langsung mengunci pintu. Detik berikutnya, Sardian mengeluarkan pisau yang terselip di pinggangnya dan mengancam bunuh sulung dari 3 bersaudara itu.
Dengan ancaman bunuh, Sardian memaksa Monica membuka semua pakaiannya. Karena takut, Monica pun menuruti permintaan lelaki yang belum resmi jadi kekasihnya itu. Saat telanjang itulah, Sardian mengambil kesempatan dengan mengabadikan foto Monica dengan kamera handphonenya.
“Setelah itu dia berusaha berbuat tak senonoh kepadaku, namun aku berontak. Karena itu dia kembali mengancamku, jika tak menuruti permintaannya, dia akan menyebarkan fotoku. Karena takut fotoku tersebar, aku terpaksa menuruti permintaanya. Kami melakukan hubungan badan hingga berulang kali. Setelah itu, dengan kondisi lemah, aku diantanya pulang ke rumah kakakku di Tanjung Sari.
Sebelum pelaku pergi, ia mengatakan supaya aku tak bercerita kepada orang lain, jika tidak fotoku akan disebarnya. Esoknya aku kuliah, namun dia sudah menungguku di depan kampus,”kenang Monica.
Di sana, Sardian yang belakangan dikatahui bukan mahasiswa, tapi hanya bekerja sebagai pegawai Alfamart itu menunjukkan print/foto telanjang Monica. Hal itu dia lakukan agar Monica tak berani membeber perbuatannya pada siapapun, termasuk pada keluarganya. Setelah kejadian itu, hampir tiap hari Sardian menemui Monica sepulang kuliah. Dibawah ancaman, Sardian juga kerap menyetubuhi Monica.
Singkat cerita, karena sering melakukan hubungan suami istri, tahun 2015 lalu, Monica akhirnya hamil. Saat kandungannya berusia 3 bulan, Monica sempat memberitahukan hal itu pada Sardian. Namun Sardian justru memintanya menggugurkan janin di perutnya. Tapi permiantaan Sardian ditolak mentah-mentah oleh Monica.
“Pelaku mengatakan, jika aku tak menggugurkan janinku, aku diminta meninggalkan keluargaku. Pelaku juga meminta supaya aku membunuh kakak kandungku, karena pelaku ngaku tak suka melihat kakakku. Karena takut dan malu, akhirnya diajak sama dia tinggal di kontrakan Jalan Karya Bakti, Medan Tembung. Di rumah itu aku disekap. Handphoneku ditahan hingga tak bisa berkomunikasi dengan keluargaku. Hampir setiap hari aku dipukul dan ditendang sama dia. Selain itu, kakiku juga sering disetrikanya. Aku tak berdaya karena sedang hamil dan bingung,”lirihnya.
Masih kata Monica, selama hamil dan disekap di rumah, dia sempat beberapa kali berusaha kabur. Namun, usahanya itu selalu sia-sia lantaran Sardian kerap mengawasi gerak-geriknya. “Rumah yang saya tinggali selama hamil selalu dikunci rapat. Saya juga tidak boleh kemana-mana,” ungkapnya. Setelah mengalami berbagai penyiksaan, pada 17 Februari 2016 lalu, Monica akhirnya melahirkan bayi laki-laki secara normal di klinik Jalan Tempuling dengan berat 3,3 Kg. Bayi itu mereka beri nama Gabriel Wate.
Belum satu hari melahirkan di klinik, Monica lantas dibawa Sardian pulang ke kontrakan. Di sana Monica mengaku tidur bersama bayinya di lantai tanpa alas tikar dan kasur. Begitulah, setelah enam hari berlalu, tepatnya tanggal 24 Februari lalu, Sardian yang baru pulang kerja menyuruh Monica membeli es batu ke warung. Meski belum kuat, tapi Monica yang takut dianiaya terpaksa menuruti permintaan Sardian.
“Setibanya di kontrakan dengan membawa es batu, aku kembali disuruh sama dia membeli jajanan. Aku pun pergi ke warung tak jauh dari kontrakan. Saat pulang dari warung itulah, aku terkejut melihat bayiku sudah kejang-kejang dan terdapat luka di hidung serta tubuhnya. Aku mengajak pelaku membawa bayi kami ke RS dr Pirngadi Medan, namun dia enggan keluar dengan alasan sudah malam. Setelah berjam-jam, dia melihat mata bayi kami menguning, hingga kami membawanya ke rumah sakit. Namun di perjalanan bayi kami yang berumur 6 hari itu meninggal,” bebernya berderai air mata.
Tak lama setelah bayi itu meninggal, kedua insan yang belum menikah ini kembali ke kontrakan. Dengan dalih hanya punya uang Rp 1 juta, Sardian menyarankan jenazah bayinya dikubur diam-diam di perladangan warga. Namun hal itu ditolak mentah-mentah oleh Monica. Karena bingung dan tak tau harus berbuat apa lagi, Monica lantas menemui seorang pendeta yang rumahnya tak jauh dari kontrakannya. Karena kasihan, akhirnya si pendeta yang namanya dirahasiakan Monica itu memberikan sejumlah uang untuk tambahan biaya pemakaman bayi tersebut. Pendeta itu juga ikut mendoakan bayi malang itu sebelum dimakamkan.
“Usai pemakaman, pelaku kembali menganiayaku dan menyetrika kakiku. Esoknya aku dipaksa mencari pekerjaan, dan sudah 10 lamaran kukirim ke sejumlah tempat. Karena tak tahan dianiaya, belum lama ini aku menemui pendeta yang membantuku dan menceritakan peristiwa sebenarnya yang menimpaku. Pendeta itu sempat terkejut, hingga menyarankan supaya aku kembali ke kampung halamanku dan menceritakan kejadian itu kepada orangtuaku. Akhirnya aku menuruti saran pendeta, dan aku diam-diam pulang kampung. Ibuku terkejut dengan kedatanganku karena kami sudah lama tak berkomunikasi. Mendengar pengaduanku, aku dibawa ke Medan dan melaporkan kejadian itu ke Polresta Medan,” tandasnya.
Rosmeri boru Sihombing (55), ibu kandung Monica tampak syok dengan penderitaan putrinya. Kepada kru koran ini, Rosmeri mengaku sudah lama tak berkomunikasi dengan Monica. Selama ini dia dan keluarganya di Medan sudah berusaha mencari, namun mereka tak kunjung menemukan Monica. Bahkan karena sudah putus asa, Rosmeri dan keluarganya sempat mengira Monica sudah tiada lagi.
“Saya sempat putus asa karena tak berhasil menemukan anak saya. Saya duga sudah tiada lagi (meninggal) dia. Namun tiba-tiba anak saya datang ke kampung, sehingga saya terkejut. Setelah mendengar pengaduan anak saya, kami langsung ke Medan untuk membuat laporan,” katanya.
Pantauan awak koran ini di lokasi, tak lama Tim DVI Poldasu dan Pirngadi Medan, Kapolresta Medan, Kasat Reskrim, Kasat Intel dan Kapolsek Percut Sei Tuan tiba di lokasi. Seputaran pemakaman disterilkan. Sebelum makam dibongkar, pihak keluarga terlebih dahulu menyanyikan Kidung Jemaat, disusul doa bersama. Selanjutnya makam dibongkar dan jenazah bayi malang itu diotopsi di lokasi.

